Kamis, 20 November 2008

Talempong Unggan, Seni Tradisi yang Masih Bertahan

TALEMPONG Unggan? Seni tradisi ini memang sangat khas, unik dan menarik. Dinamakan Talempong Unggan karena, seni tradisi ini memang sejak dulu berkembang dan dipertahankan masyarakat Nagari Unggan.
Talempong Unggan sangat unik. Terdiri dari talempong terbuat dari kuningan (mirip dengan gamelan di Jawa) yang ditaruh di atas wadah terbuat dari kayu, dengan alat musik pengiring yang lain berupa dua gendang dan satu gong. Seni tradisi Talempong Unggan dimainkan empat orang yakni, satu pemukul talempong, dua pemain gendang dan satu pemukul gong.
Uniknya lagi, pemain atau pemukul talempong hanya seorang dan itu harus memiliki keahlian khusus. Pemukul talempong tidak sembarang orang karena, harus diajari oleh tetua sejak berusia balita. Dan itu biasanya adalah wanita atau anak perempuan yang benar-benar sangat berminat terhadap seni tradisi itu.
Lagu-lagu Talempong Unggan juga khas, tidak ada di tempat lain. Penamaan lagu berasal dari alam misalnya, Ramo-Ramo Tabang Tinggi, Pararakan Kunto dan lain-lain. Seniman yang ahli memainkan Talempong Unggan ini, juga mampu menirukan musik atau lagu-lagu yang berkembang di masyarakat.
Konon dulunya, Talempong Unggan memiliki "kekuatan gaib' yang oleh masyarakat setempat disebut dengan "pitunang". Setiap orang yang mendengar suara merdu Talempong Unggan, akan tersentuh dan jatuh hati. Mereka bisa mendengar lagu-lagu Talempong Unggan tanpa bosan dan betah berlama-lama menyaksikan Seni Tradisi ini.
***
TIDAK diketahui asal muasal seni tradisi Talempong Unggan ini. Namun, menurut cerita turun temurun yang kebenarannya sangat diyakini masyarakat Unggan, Talempong Unggan di bawa oleh para tetua (nenek moyang) masyarakat setempat yang datang dari wilayah Riau sekarang. Dalam perjalanan ke Unggan, rombongan ini menyaksikan hal-hal unik dari alam sekitarnya. Oleh karena itu, untuk mengingat pengalaman selama di perjalanan lagu-lagu Talempong Unggan pun diberi nama dengan apa-apa yang mereka lihat dan saksikan. Misalnya, Ramo-Ramo Tabang Tinggi yang secara harfiah berarti "Kupu-kupu yang terbang Tinggi", Pararakan Kuntu yaitu, arak-arakan masyarakat Kuntu sebuah kawasan di Riau, "Alang Babega" artinya Burung Elang yang sedang berputar-putar mencari mangsa di udara dan lain-lain. Entah benar atau tidak, Wallahu'allam...
***
UNGGAN hanyalah sebuah nagari yang terletak di pedalaman Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat. Terletak sekitar 150-an km arah timur Kota Padang, ibukota Provinsi Sumbar.
Hingga menjelang akhir dekade tahun 1980-an, Nagari Unggan masih terbilang sebuab nagari yang terisolasi. Untuk mencapai Unggan, dari ibukota Kecamatan Sumpur Kudus di Kumanis yang berjarak sekitar 28 kilometer, waktu itu, kita terpaksa harus jalan kaki selama sehari karena hanya ada jalan setapak. Sebagai sarana transportasi angkutan barang, masyarakat Unggan dan juga masyarakat nagari sekitarnya seperti Sumpur Kudus dan Silantai, terpaksa menggunakan kuda beban. Barang bawaan, ditaruh di punggung kuda dengan pelana yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa. Sementara pemilik kuda, terpaksa berjalan mengiringi kuda yang tengah mengangkut barang-barang kebutuhan pokok dan membawa produksi hasil bumi yang akan dipasarkan di kota kecamatan, Kumanis.
Akan tetapi, sejak era tahun 2000-an yakni setelah Indonesia Merdeka 55 tahun, rakyat Nagari Unggan pun mulai merasa Merdeka. Jalan beraspal hotmixed yang membelah hutan belantara menuju Nagari Unggan, kini sudah membentang mulus. Era Kuda Beban yang menjadi andalan warga Unggan bertahun-tahun, sejak itu digantikan 'kuda besi' berupa mobil dan sepeda motor.
Kini, untuk menuju Unggan dari kota kecamatan di Kumanis hanya butuh waktu sekitar 45menit. Mobil berbagai ukuran termasuk sedan berukuran rendah pun, kini sudah bisa menjelajah nagari itu. Masyarakat Unggan, Sumpur Kudus dan Silantai serta nagari-nagari di wilayah kecamatan Sumpur Kudus sekarang benar-benar sudah merdeka. Tidak sekedar mobil, listrik PLN yang menyala 24 jam dan sinyal telepon selular pun sudah bisa dinikmati masyarakat Unggan untuk berkomunikasi dengan dunia luar.
Unggan, kini memang sudah memiliki akses yang begitu luas dengan dunia luar. Di tengah modernisasi ini masyarakat Unggan patur bersyukur. Sebab, Talempong Unggan sebagai sebuah seni tradisi yang diwariskan secara turun temurun sejak nenek moyang masyarakat di sini, ternyata sampai sekarang masih Lestari dan dipertahankan. Sejatinya, hingga ke anak cucu berabad-abad ke depan pun Talempong Unggan memang seyogianya tetap bertahan dan tidak dicaplok orang luar. (Ahmad Zulkani)

Tidak ada komentar: