Sabtu, 22 November 2008

Pilkada, Ambil Uangnya Anggap Sedekah, Jangan Pilih...

SALAH satu isu yang selalu mencuat setiap pemilihan kepala daerah atau pilkada langsung selama ini adalah politik uang (money politics). Bentuk kemasannya beragam, misalnya yang samar-samar, berupa pemberian bahan makanan seperti beras, gula, dan minyak goreng yang dibungkus khusus dan di dalamnya diselipkan amplop berisi uang dan gambar pasangan calon kepala daerah.

Sedangkan yang lebih vulgar dan terang-terangan, misalnya, pemberian amplop berisi uang secara langsung disertai pesan agar nanti memilih calon tertentu karena uang tersebut oleh yang menyerahkan disebut berasal dari sang calon yang bersangkutan.

Tidak bisa dimungkiri, isu politik uang sepertinya sudah menjadi bumbu penyedap setiap pilkada di Indonesia. Satu istilah paling populer untuk menunjukkan betapa politik uang dan iming-iming sudah lumrah ketika setiap kali pilkada adalah adanya "serangan fajar".Sebab, biasanya pemberian bingkisan atau amplop untuk para pemilih tersebut memang dilakukan pada saat fajar atau menjelang pagi, hanya dua atau tiga jam sebelum saat-saat pencoblosan.

Kenapa harus dilakukan pagi hari atau saat fajar pada hari H pencoblosan? Alasannya barangkali sangat masuk akal karena ketika seorang pemilih masuk ke bilik suara "otaknya" masih menyimpan pesan yang diterimanya dua tiga jam sebelumnya.

Bagaimana isu politik uang dalam Pemilihan Wali Kota (Pilwakot) Lubuk Linggau? Sama dengan situasi dan kondisi menjelang pilkada di daerah lain, isu ini pun berembus sepoi-sepoi. Meskipun demikian, sejumlah pihak, termasuk warga yang terdaftar sebagai pemilih yang ingin pilkada bersih, sepertinya sudah siap menghadapi "serangan fajar" tersebut.

Spanduk imbauan.

Buktinya, di berbagai sudut permukiman, terutama di pinggiran Kota Lubuk Linggau yang warganya dinilai rentan terpengaruh iming-iming, kini banyak disebarkan spanduk, pamflet, dan stiker. Isinya berupa imbauan agar warga dan pemilih di Lubuk Linggau tidak terpengaruh bujukan.

Kalimatnya pun disajikan menarik, menggelitik, dan mudah dicerna masyarakat, terutama pemilih awam."Ambil duitnya, anggap saja sedekah. Jangan pilih orangnya", tulis Front Tolak Money Politik (FTMP) dalam sebuah spanduk besar yang membentang di kawasan Kelurahan Taba Jemekeh, Kota Lubuk Linggau.

FTMP adalah sebuah lembaga yang menginginkan pilkada bersih, jujur, dan demokratis di Lubuk Linggau sehingga mereka konsisten mendidik, mengingatkan, dan mengajak masyarakat untuk dapat menggunakan akal sehat dan hati nurani untuk memilih Wali Kota dan Wakil Wali Kota Lubuk Linggau periode 2008-2013 mendatang.

Simak pula sebuah spanduk yang sengaja ditancapkan persis di tengah kebun di kawasan Kelurahan Rahmah, Kecamatan Lubuk Linggau Selatan I. "Kasih duit, ambil aja. Kalau kurang, minta tambah. Kalau nyoblos, sesuai dengan hati nurani", kata sebuah lembaga yang mengatasnamakan Masyarakat Peduli Pemilukada Bersih (Maspuber).

Sejumlah warga Kota Lubuk Linggau pun mengaku siap menghadapi "serangan fajar" dan kedatangan "para dermawan" pilkada. "Jika ada yang memberi uang, kami akan menerima secara terbuka. Namun, kalau mencoblos di bilik suara nanti, kami akan gunakan hati nurani. Kami semua di sini masing-masing sudah punya pilihan sejak awal. Siapa calonnya, itu masih rahasia," kata Hendrajit (35), warga Kelurahan Air Temam, Lubuk Linggau Selatan.

Pilkada damai, bersih, jujur, demokratis, dan tanpa iming-iming uang jadi dambaan semua orang, termasuk 129.718 pemilih terdaftar yang akan menggunakan hak pilih dalam Pilwakot Lubuk Linggau.

Kalau begitu, jika ada yang mau mengimingi warga atau pemilih di Lubuk Linggau dengan sesuatu, sepertinya memang harus berpikir dua kali. Sebab, bisa jadi mirip pepatah: sudah jatuh tertimpa tangga, uang habis, kalah pula dalam pilkada.... (Ahmad Zulkani, dimuat Harian Kompas 14 Januari 2008)

Tidak ada komentar: